DILAN 199
- Dwi Yulianti D
- Feb 7, 2018
- 3 min read
Updated: Jan 3, 2020

"Jangan rindu. Ini berat. Kau tak akan kuat. Biar aku saja."
Kalimat kutipan percakapan di atas pasti bakalan kalian temukan terus di media sosial dan bahkan dijadikan meme plesetan.
Okay gengs kali ini gue bakal memberikan review tentang Film Dilan 1990, yang merupakan seri pertama dari tiga buku karya Ayah Pidi Baiq. Sebelum memulai reviewnya, gue akan sedikit bercerita tentang first impression saat melihat trailernya. Pro dan Kontra timbul saat trailer Dilan resmi dipublikasikan, baik di youtube, instagram, atau bahkan dipemberitaan lainnya. Apa sih yang diributkan? ya tentunya tentang pemeran tokoh Dilan yang diperankan oleh Iqbal Ramadhan, banyak opini masyarakat yang mengatakan bahwa pemeran tokoh utamanya kurang pas dan terlalu kaku. Mungkin para pembaca novel ini begitu berekspetasi lebih sehingga bisa memberikan pendapat seperti demikian.
Jujur meskipun bukunya sangatlah laris manis dan booming banget, inget banget gue pas jaman masih SMA yah.. seisi sekolah gue rata-rata nentengin novel Dilan loh semuanya kecuali gue emang, kalo gue cuma nentengin buku kisi-kisi UN waktu itu (asik! pencitraan) hahaha.. Okey balik lagi first impression gue nih pas nonton trailernya, beuh nonton kan gue nih trus sebagai masyarakat biasa yang gak baca novelnya.. bagi gue Iqbal kaku banget kek kanebo kering, dan jujur gua gamau nonton saat itu juga
Tau kan kenapa gue bisa review film ini? yaudah berati opini gue di atas kalah dengan rasa penasaran tingkat dewa gue hahahah. Akhirnya gue pergi menuju bioskop untuk menonton Dilan 1990, dengan tekad mantap nonton sendirian.. tanpa kawan.. dan tanpa pasangan, sedih gak tuh? dan plis jangan dicontoh yah, karena salah besar nonton sendirian.
Cerita sedikit pas gue masuk bioskop, di dalemnya udah penuh dan gue duduk paling pojok dan sendirian pula. Hati gue harap-harap cemas, kalo semisal ternyata samping gue orang pacaran.. ga kebayang sedihnya kaya apa.

Review dimulai, film ini dibuka dengan seorang perempuan bernama Milea yang sedang bercerita kepada penonton mengenai masa lalunya, dimana ia bertemu dengan sosok Dilan.
Awal pertemuan mereka dimulai dari percakapan aneh dari Dilan saat perjalanan menuju ke sekolah,
"Kamu Milea ya? aku ramal kita akan bertemu di Kantin."
Ternyata ramalan tersebut gagal, tapi tidak membuat Dilan menyerah untuk berusaha mendapatkan cinta Milea. Gombalan-gombalan puitis yang dilontarkan Dilan akan terus menghiasi cerita di film ini, tentunya sukses membuat penonton perempuan menjerit-jerit hiteris karena baper. Film Dilan ini memberikan cerita percintaan yang berbeda, dimana cara pendekatan yang dilakukan oleh Dilan sangat kental dengan nuansa tahun 90-an dan ini membuat penonton merasakan hal yang baru.
Tak hanya manisnya percintaan saja, pada film ini juga terdapat konflik di dalamnya. Seperti pertengkaran Milea dan pacarnya Beni dari Jakarta, lalu diserangnya sekolah mereka oleh segerombolan orang. Pertengkaran Dilan dan sahabatnya Anhar, lalu timbulnya konflik kecil pada hubungan mereka karena kebohongan yang dibuat Milea.
Overall setelah menonton filmnya, opini gue tentang ketidakcocokan Iqbal untuk memerankan tokoh Dilan terpatahkan. Gue suka banget dengan cerita dan scene pada film ini yang membuat gue terbawa ke suasana tahun 90an. Meski sebenarnya nuansa tahun 90-an pada film ini belum cukup kuat, mungkin karena pemilihan tone warna yang kurang tepat juga menjadi salah satu faktor kurangnya feel 90-an.
Gue sangat menikmati film Dilan dan merasa terhibur. Apalagi kalian yang udah baca novelnya pasti bisa terobati akan rindunya pada sosok Dilan dan Milea.
Ps: Jangan nonton sendirian kaya gue ya, biar kalian bisa senyum-senyum sendiri dan teriak pas lagi baper. Gak kaya gue cuma bisa diam dan jaim wakakakkakaka.
7/10

Comments